Oleh Jurnalis: M. Dirwan & Rizal Salimov
Konflik di Palestina telah menjadi luka terbuka dalam sejarah kemanusiaan yang terus menganga tanpa harapan penyembuhan. Di tengah hiruk-pikuk politik global, seringkali yang terabaikan adalah jerit pilu anak-anak, ibu, dan orang tua yang terjebak dalam pusaran kekerasan. Bagi mereka, hidup di Palestina bukan lagi tentang mengejar impian atau membangun masa depan, melainkan tentang bertahan hidup dari hari ke hari. Ratusan jiwa melayang, rumah-rumah luluh lantak, dan fasilitas dasar seperti air bersih dan kesehatan hanya menjadi ilusi di tengah keterbatasan. Suara mereka meminta pertolongan, tetapi seringkali dibungkam oleh kepentingan politik dan ekonomi dunia.
Tidak dapat dipungkiri, persoalan Palestina telah berkembang jauh melampaui sekadar sengketa tanah atau batas negara. Ini adalah masalah kemanusiaan, di mana hak dasar manusia direnggut dengan cara yang tidak manusiawi. Ratusan ribu pengungsi kehilangan tempat tinggal, hidup dalam kamp-kamp yang penuh sesak dan tidak layak huni. Mereka tidak hanya kehilangan atap, tetapi juga hak atas pendidikan, kesehatan, dan kesempatan untuk hidup dalam damai.
Di sisi lain, dukungan dunia internasional terhadap Palestina seringkali terdengar bagaikan janji manis tanpa realisasi. Deklarasi solidaritas yang disuarakan di forum-forum global belum mampu menekan agresi dan penindasan yang terjadi. Bahkan, upaya untuk membawa isu ini ke meja perundingan kerap terhalang oleh veto dari kekuatan-kekuatan besar yang lebih mengedepankan kepentingan geopolitik dibandingkan nilai-nilai kemanusiaan.
Namun demikian, masih ada harapan di tengah keterpurukan ini. Suara-suara kecil yang menyerukan perdamaian dan keadilan bagi Palestina mulai bergema di berbagai belahan dunia. Gerakan masyarakat sipil, LSM, dan aktivis kemanusiaan dari berbagai negara terus berjuang untuk menyuarakan penderitaan rakyat Palestina. Mereka berusaha menjadi perpanjangan suara bagi mereka yang dibungkam dan terlupakan. Upaya ini menunjukkan bahwa solidaritas internasional dapat menjadi kekuatan yang besar jika terus dikembangkan dan diperjuangkan.
Pada akhirnya, konflik Palestina tidak hanya menjadi tanggung jawab satu pihak, melainkan tanggung jawab seluruh umat manusia. Dunia tidak boleh menutup mata terhadap penderitaan yang berlangsung. Tindakan nyata diperlukan untuk mengakhiri ketidakadilan ini. Perdamaian harus diupayakan melalui dialog yang sejati, dengan mendengarkan suara-suara yang terpinggirkan, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan di atas segala kepentingan politik.
Jeritan Palestina bukan hanya jeritan satu bangsa, melainkan jeritan hati nurani kita semua. Menutup mata terhadapnya adalah mengkhianati esensi dari apa yang membuat kita manusia. Dunia membutuhkan lebih dari sekadar simpati, ia membutuhkan aksi nyata yang membawa perubahan bagi rakyat Palestina dan mewujudkan harapan bagi perdamaian yang sejati.
Tidak ada komentar